“ISLAM MEMANDANG DEMOKRASI”*

Muhammad Taufiq T**
Tafsiran demokrasi
Menurut mendiang presiden Amerika Serikat ‘Abraham Lincoln’, demokrasi adalah dari rakyat dan untuk rakyat. Tokoh politik lain memberi penjelasan yang lebih jelas tentang demokrasi. Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Demokrasi adalah pemerintahan dengan segenap kegiatan yang dikelolanya, dijalankan dengan menjadikan rakyat sebagai subjek atau titik tumpu. Demokrasi merupakan sistem yang bertumpu pada daulat rakyat, bukan daulat pemimpin, daulat negara (pemerintah) atau daulat raja.
Terlepas dari semua definisi demokrasi dari beberapa tokoh, menurut pandangan penulis, demokrasi tidak lain adalah sebuah nilai dari sebuah sistem. Nilai yang saya maksudkan adalah nilai kebebasan. Sebuah nilai yang merupakan konsep asasi dalam hidup manusia. Pemberian legalitas politik atau kebijakan kepada semua variabel hidup dalam sebuah sistem.
Demokrasi, yang menurut kebanyakan orang adalah produk pemikiran dari orang-orang Yunani/Barat. Sebuah produk yang kemudian terpolarisasi ke berbagai segmentasi kehidupan peradaban dunia hingga menjadi sistem pemerintahan yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia.
Pemahaman sebagian besar orang terhadap asal mula sistem ini, sepertinya sangat berbeda dengan yang penulis pahami. Saya dengan berani mengatakan, ini adalah sistem yang berasal dari agama tauhid-Islam- yang dicontohkan oleh setiap nabi-nabinya. Pendapat saya ini berpulang kepada esensi demokrasi yaitu kebebasan.
Anda bisa melihat apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh AS saat berdakwah kepada ummatnya dan berada pada titik klimaks pembangkangan kaumnya. Nabi Nuh memberi pilihan, apakah mengikutinya naik ke perahu atau akan tenggelam dalam hamparan lautan yang sebentar lagi akan diturunkan oleh Rabb-nya. Inilah yang dimaksudkan sebagai sebuah kebebasan. Satu sistem/cara yang telah ditempuh oleh nabi pembawa ajaran Samawi ini.
Menjadi persoalan dikemudian hari ketika sistem ini tersebar ke berbagai penjuru bumi. Mengalami perubahan makna-lebih tepatnya dikatakan sebagai pembajakkan an besar-besaran dari makna sebuah kebebasan-.
Demokrasi yang seperti dapat kita lihat yang sebagian besar diterapkan di negara-negara Eropa dan Amerika adalah contoh dari pembajakan makna awal dari demokrasi. Terlepas dari semua realita tersebut, pada tulisan ini, penulis akan memaparkan sistem demokrasi yang sementara berlangsung di berbagai negara, termasuk di Indonesia serta bagaimana Islam memandang demokrasi saat ini.
Pendapat Umat Islam terhadap Demokrasi
Umat sekarang terbagi dua dalam memandang boleh tidaknya umat ini menjalankan/menerapkan demokrasi dalam pemerintahannya.
“Demokrasi haram”, “Demokrasi tidak cocok dengan Islam”, “Demokrasi produk Barat”, “Demokrasi hanya membawa umat pada kehancuran”, “Demokrasi membuat umat kehilangan kesempatannya untuk kembali mewujudkan khilafah”. Itualah sebagian alasan dan pandangan orang Islam yang tidak setuju dengan penerapan sistem ini dalam sebuah pemerintahan.
Kita tidak menafikan bahwa demokrasi yang sekarang ini dalam wajah yang sangat buruk. Demokrasi dipahami sebagai sebuah sistem yang memebrikan kebebasan mutlak terhadap rakyat untuk menentukan setiap kebijakan. Pemahaman orang tentang demokrasi selalu dikaitkan dengan fanatisme golongan, nasionalisme dalam arti yang sempit. Demokrasi ditafsirkan hanya sebagai cara untuk memenangkan nafsu-nafsu terhadap keinginan duniawi.
Bukan itu yang Islam pahami tentang demokrasi. Kita bisa menempuh jalan baik dengan meng-Islami-sasi sistem demokrasi sekarang yang sudah terlanjur salah dan memeberikan efek negatif kepada sebagian ummat.
Perbedaan dan Persamaan Sistem Demokrasi Saat Ini dengan Sistem yang Islami
Ketika demokrasi berbicara bahwa pemerintahan dari dan untuk rakyat maka Islam berbicara lebih dari itu. Rakyat adalah satu segmen yang membangun peradaban umat maka harus ada apresiasi yang proporsional baginya. Yang tidak boleh ada kemudian adalah kekuatan mutlak rakyat untuk mengatur proyek peradaban itu karena sesungguhnya kemutlakan legalitas hanya milik Allah SWT.
Begitu juga ketika demokrasi berbicara tentang konsep trias politica yang menganut pemisahan job untuk tiga institusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif maka Islam juga menganut paham itu. Namun semua wewenang masing-masing institusi itu menurut Islam harus sesuai dengan syariat.
Titik temu antara pelaksanaan demokrasi saat ini dengan syariat kita menurut Imam Hasan Al Banna dalam majmuatur rasail bahwa demokrasi walaupun bukan sistem Islam tapi inilah sistem politik terdekat dengan Islam.
Apa yang Diberikan Demokrasi untuk Ummat Saat Ini
Dalam alam demokrasi saat ini, begitu banyak yang diuntungkan dengan adanya demokrasi. Satu keuntungan sekaligus dengan satu kerugian yang didapatkan. Disebabkan penerapan demokrasi yang kebablasan, orang-orang jahat memiliki akses yang cukup luas untuk berkreasi sesuai dengan tabiatnya. Tapi sebaliknya begitu juga yang dirasakan oleh orang-orang shaleh.
Namun tidak bisa dinafikan bahwa dalam alam demokrasi, kebebasan dalam berpendapat dan beragama menjadi hal yang didukung keberadaannya. Iklim demokrasi memungkinkan bersemainya aktifitas dakwah dan maksiat sekaligus. Sistem demokrasi yang tidak disesuaikan dengan pedoman/dustur kemanusiaan atau keagamaan hanya akan membawa keuntungan lebih pada orang-orang jahat.
Jadi, Selayaknya Bagaimana Posisi Kita terhadap Demokrasi.
Posisi kita saat ini menuntut kita untuk memanfaatkan sistem demokrasi walaupun sebenarnya ada sistem yang lebih tasamuh dan lebih universal yang tepat bagi perpolitikan yaitu Islam. Yang menjadi target kita yang melaksanakan sistem demokrasi adalah men-Islam-isasi demokrasi. Sehingga lahirlah apa yang mungkin bisa kita sebut sebagai demokrasi Islam ataukah yang seperti yang dikatakan oleh Al-Maududi yaitu demokrasi teokrasi.
Selanjutnya yang tak boleh terlupakan yaitu berusaha memperjuangan dengan marhaliah yang tepat untuk penerapan sistem Islam dalam aktifitas politik kita. Memanfaat sitem-yang katanya dari kafir-demokrasi untuk mengantar pelaksanaan sistem yang hakiki menurut Islam.
Terakhir, saya mau mengutipkan pendapat dua orang haroker dakwah Islam ternama dunia tentang demokrasi;
1. “jika demokrasi berarti rakyat memutuskan siapa yang memimpin mereka, Ikhwan menerima demokrasi. Namun, jika demokrasi berarti rakyat dapat mengubah hukum-hukum Allah dan mengikuti kehendak mereka, Ikhwan menolak demokrasi”, Ma’mun Al Hudhaibi.
2. “pemimpin yang terpilih karena diridhoi rakyat jauh lebih dekat pada Islam daripada tiran”, Syaikh Yusuf Qardhawi.

Semoga ada tetesan pengetahuan yang dapat kita ambil dari tulisan ini. Penulis mengakui bahwa tulisan ini selain lahir dari studi literasi juga melibatkan sisi subjektifitas berpikir saya yang sulit untuk di tidak niscayakan kehadirannya.
Makassar,11 ramadhan 1429H
*tulisan ini dibuat sebagai pengganti ketidakhadiran penulis dalam Pra-DM II KAMMI Daerah SULSEL dengan alasan yang sangat syar’i.
**mahasiswa jurusan KIMIA FMIPA UNM, sekarang masih diberi izin oleh Rabb untuk memegang amanah sebagai Ketua Umum KAMMI Kom.UNM PARANGTAMBUNG.

MARAJI’
1. Al Ikhwan Al Muslimun, Anugerah Allah yang Terzalimi oleh Farid Nu’man
2. Belajar dari Dua Umar, Mengenyangkan Perut Rakyat oleh Hepi Andi Bastoni
3. KAMMI dan Pergulatan Reformasi, Kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi oleh Mahfudz Sidiq
4. Menikmati Demokrasi, Strategi Dakwah Meraih Kemenangan oleh M. Anis Matta
5. PKS, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer oleh Aay Muhamad Furqon
6. Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim oleh Salim A. Fillah
7. Hasil bacaan yang sudah tidak teringat apa judul bukunya disertai anugerah eksplorasi alam berpikir.

RAPAT

RAPAT
Taufiq*

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ikhwatifillah, jangan pernah menganggap enteng atau remeh aktifitas rapat-rapat kita. Karena tidak ada yang menyangka bahwa dari rapat-rapat kecil, bisa jadi akan lahir pemimpin masa depan. ‘walaupun mungkin hanya sebagai pemimpin atas 1 orang atau lebih, ataukah... hanya untuk dirinya sendiri’, namun lebih dari itu, dari rapatlah kita memetik pembelajaran yang sangat berharga.
Akhi, ukhti,.... ana dahulu, tidak pernah menyangka bahwa ternyata dari rapat-rapat kecil yang pernah ana lakoni di internal Departemen Kaderisasi yang hanya 4 orang, ternyata kurang lebih setahun dari rapat itu akhirnya muncul seorang yang akan menjadi mas’ul di wajihah KAMMI ini, walaupun kalian harus catat bukan itu tendensi ana dalam berharakah dalam medan dakwah ini.
Ana juga tidak secara ekstrim menyatakan bahwa ana seperti begini karena aktifitas rapat-rapat itu. Tapi ana tidak menyangkal bahwa sebagian proses pembentukan kepribadian ana ada dalam aktifitas rapat itu. Walaupun,... ada juga ikhwah kita yang mengaku bisa seperti sekarang berkat pengaruh rapat-rapat yang beliau lakoni, seperti akh.Anis misalnya(bukan ust.Anis Matta yang ana maksud).
Inti dari semua itu akhi, ukhti, adalah bahwa jadikanlah rapat-rapat kita sebagai rapat yang bermakna. Bukan sekedar sebuah aktifitas berkumpul untuk berbicara atau berdebat atau sharing tapi lebih daripada itu. Rapat bisa jadi ajang menciptakan suasana kekeluargaan (mungkin terlalu dewasa ya :), suasana keikhwanan, atmosfer kebersaudaraan atau persahabatan. Rapat adalah prosesi pentransferan ilmu, pengalaman, dari satu orang ke orang lain. Rapat adalah unjuk diri dalam arti yang positif.
Akhirnya, ana berucap ke kalian semua saudaraku yang kucinta karena Allah bahwa ‘nikmatilah rapat-rapat antum!’. Azzamkan dalam diri kalian bahwa rapat bisa menjadi pundi amal jariyah kalian, rapat adalah salah satu ibadah kalian karena rapat kalian adalah rapat untuk memikirkan umat, rapat yang menyokong keberlangsungan aktifitas dakwah kita. Subhanallah...
Jadi,...jangan pernah bosan untuk menunggu...membaca....dan menghadiri undangan rapatku!!!!
ALWAYS ON FIRE BIL DAKWAH IKHWATIFILLAH!
*mahasiswa jurusan kimia angkatan 2006 FMIPA UNM, masih diizinkan oleh Allah untuk berharokah dengan KAMMI tepatnya di Komisariat UNM Parangtambung.

Simple Taujihat

amanah.... ini bukan perkara antum belum atau sudah, bukan pula perkara antum bisa atau tidak bisa, tapi ini persoalan apakah antum yakin atau tidak yakin.

Diriku.....

Foto saya
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Seorang alumnus salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar tepatnya di Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas MIPA, Jurusan Kimia. Sekarang melanjutkan perantauan akademik di kota Gudeg Jogjakarta, menimba Ilmu di salah satu perguruan tinggi top three in Indonesia, Universitas Gadjah Mada jurusan Kimia. Seorang yang tidak terlalu menuntut dari lingkungan tapi berpikir apa yang dapat dia berikan untuk itu semua. "orang yang hidup untuk orang lain akan hidup dengan kebesarannya dan mati dalam kebesarannya juga, namun orang yang hidup untuk dirinya sendiri akan hidup dengan kapasitas yang kecil dan mati dalam keadaan kecil juga", demikian intisari ucapan seorang tokoh pergerakan Islam terbesar di dunia yang seorang "Taufiq" pegang sebagai salah satu landasan berpikir, berbuat dan bergerak untuk sebuah proyek peradaban.