"REFLEKSI PERJALANAN KEPEMIMPINANKU (I)"


"EVALUASI", adalah prosesi yang selalu ada di tiap kesudahan pelaksanaan setiap kegiatan di tiap institusi, tidak terkecuali pada KAMMI, lebih khusus lagi di Komisariat UNM Parangtambung.

"EVALUASI", adalah hal yang sering bahkan selalu dan harus dilakukan oleh pemegang tampung pertanggungjawaban suatu institusi, tidak terkecuali ana sebagai ketua umum di komisariat UNM Parangtambung.

Namun, sesungguhnya kata inilah "EVALUASI", adalah hal yang paling tidak bisa kulakukan dari perasaan terdalamku sebagai seorang manusia yang Alhamdulillah masih memiliki perasaan mampu 'merasa', jika ana pun menjadi objek dari prosesi itu.

Sehingga perlu ana tekankan sebelumnya bahwa tulisan ini sangat kuperuntukkan bagi setiap ikhwah yang pernah menjadi staffku dan pernah ana evaluasi, terlepas dari apakah evaluasi itu cukup menjengkelkan atau memuji kalian.

Ikhwah, setelah rapat rutin kepengurusan, jujur kukatakan kepada kalian bahwa sering kukembali membayangkan wajah kalian, apalagi wajah yang ketika rapat tadi sempat kuevaluasi dengan kata-kata yang mungkin menurut kalian atau sekalian menurutku...sangat-sangat menyinggung perasaan kalian, membuat hati kalian terbakar. Sehingga kuingat perkataan salah satu di antara kalian "akh, ingatlah wanita itu juga punya perasaan...". Sangat kuingat kata-kata itu. Ketahuilah bahwa jangankan wanita/akhwat, lelaki pun punya perasaan. Tentu kalian sepakat untuk ini kan??

Sering ku merenung... Ya Allah apakah aku tidak salah telah berbuat demikian kepada saudara/saudariku. Saudaraku/saudariku yang selama ini membersamai ana dalam mengawal kerja-kerja dakwah di kampus ini. Saudara/i yang selama ini menunjukkan keikhlasannya untuk bekerja tanpa pernah kami gaji, tanpa pernah kami beri imbalan materi atas kerja keras mereka. Di antara mereka ada kakak-kakakku, ada adik-adikku, ada ikhwan yang selama ini selantai tidur bersamaku, ada ikhwa yang selapar sekenyang di rumah indah sekretariat perjuangan kami.

Hingga sampai saat itu, tak dapat lagi kubendung, lelehan liquida yang semenjak tadi terbendung oleh rangkaian ingatan kepada wajah-wajah mereka.

Ana bukanlah pemimpin yang baik bagi kalian, bukan pemimpin sejati seperti yang kalian definisikan. Karena ana adalah orang yang hanya mampu membuat kalian terdiam tsiqoh dalam amar keputusan rapat, membuat kalian terhalangi daya kritisnya di tiap prosesi sharing pendapat, dan telebih lagi ana adalah orang yang telah membuat kalian mampu dengan lancarnya menorehkan hingga memenuhi catatan diary kalian dengan perlukaaan perasaan tanpa tedeng aling-aling olehku.

Uufffhh....hingga sekarang masih ku mencari definisi pemimpin sejati, karakteristik pemimpin sejati. Walaupun sebenarnya sudah cukup banyak referensiku, tapi yang kurang (MUNGKIN) adalah kefahamanku dalam memaknai hal tersebut. Sekarang, sepertinya tinggal yang harus kubenahi adalah belajar memahami perasaan kalian, walauun itu akan terasa sangat berat.

Tapi, ikhwah...kutekankan apapun akan kulakukan untuk mencari jalan demi suksesnya beban amanah dakwah ini, hingga kemudian aku harus menanggung beban psikologis yang tak pernah antum bayangkan. Itulah kupikir konsekuensi menjadi pemimpin.

Tiap-tiap kita adalah pemimpin, setiap kita telah menjadi pemimpin atas hal tertentu dan kita telah sukses menjadi bagian evaluator dari setiap prosesi kepemimpinan itu, apakah kepemimpinan orang lain ataukah kepemimpinan untuk individu kita.

Yah,...selamatlah buat kita semua.

Simple Taujihat

amanah.... ini bukan perkara antum belum atau sudah, bukan pula perkara antum bisa atau tidak bisa, tapi ini persoalan apakah antum yakin atau tidak yakin.

Diriku.....

Foto saya
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Seorang alumnus salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar tepatnya di Universitas Negeri Makassar (UNM) Fakultas MIPA, Jurusan Kimia. Sekarang melanjutkan perantauan akademik di kota Gudeg Jogjakarta, menimba Ilmu di salah satu perguruan tinggi top three in Indonesia, Universitas Gadjah Mada jurusan Kimia. Seorang yang tidak terlalu menuntut dari lingkungan tapi berpikir apa yang dapat dia berikan untuk itu semua. "orang yang hidup untuk orang lain akan hidup dengan kebesarannya dan mati dalam kebesarannya juga, namun orang yang hidup untuk dirinya sendiri akan hidup dengan kapasitas yang kecil dan mati dalam keadaan kecil juga", demikian intisari ucapan seorang tokoh pergerakan Islam terbesar di dunia yang seorang "Taufiq" pegang sebagai salah satu landasan berpikir, berbuat dan bergerak untuk sebuah proyek peradaban.