Manifestasi cinta hakiki, salah satunya adalah adanya apresiasi cinta. Darinya, sedalam apa cinta akan terungkap, semurni apa cinta akan terpahami dan setulus apa cinta akan terinfokan. Sekuntum bunga bisa jadi apresiasi cinta, kerdipan mata sayang bisa jadi apresiasi cinta, perkataan cinta dan kasih bisa jadi apresiasi cinta, ketulusan untuk memberi dan meahami bisa jadi apresiasi cinta. Demikian juga, teguran, kritikan, kata-kata kasar atau bahkan ungkapan kemarahan bisa jadi adalah apresiasi cinta.
Tidak ada yang bisa menafikan segala kebolehjadian bentuk-bentuk apresiasi tersebut. Karena realita telah berbicara bahwa semua bentuk tersebut telah dilakonkan oleh begitu banyak pelakon cinta.
Permasalahannya adalah seberapa tau dan pahamkah kita menafsirkan apresiasi cinta itu. Dibutuhkan kemampuan membaca situasi dan karakter sang pembawa pesan cinta untuk itu. Serta kecerdasan kita untuk tidak selalu memandang bentuk apresiasi itu dari lahiriahnya saja. Intinya adalah seberapa sensitifnya sensorik kepahaman kita.
Sampai-sampai Imam Hasan Al Banna dalam Majmu’atur Rasailnya tentang Rukun Baiat menempatkan kepahaman (Al Fahm) sebagai urutan pertama. Karena darinya kita akan mampu memahami mengapa misalnya kita harus berIslam, mengapa kita harus sholat dan lain sebagainya. Kembali ke persoalan apresiasi cinta, dari kepahaman itu akan membawa kita pada satu titik temu mengapa si dia berapresiasi dalam bentuk itu. Sehingga tidak ada lagi diantara kita yang mempertanyakan ketika apresiasi cinta itu keluar.
Saya hanya ingin berkata untuk kita semua termasuk insan dhoif ini, dalam prosesi kita menafsirkan bentuk cinta tersebut, pisau kefahaman yang kita pakai adalah:
1. Paham siapa ‘saya’ dan siapa si ‘dia’.
2. Paham kondisi yang berkembang dalam lingkaran ‘saya dan dia’.
Karenanya kukatakan kepada engkau yang merasa selingkaran dengan proyek peradaban yang sementara kita bangun, bahwa, senyumanku untuk satu, kelembutan kata-kataku untuk satu, marahku untuk satu, evaluasiku untuk satu. Satu itu adalah cita-cita kita semua. Satu itu adalah apa yang kita perjuangkan sama-sama. Satu itu adalah dakwah. Jadi tendensinya adalah demi sebuah kebenaran.
Namun, kuingatkan bahwa permasalahan apresiasi cinta yang sementara kubahas sekarang dalam bingkai dakwah. Untuk kembali memantapkan amanah-amanah dakwah itu.
PESAN; selamat memahami segenap apresiasi cin ta yang pernah kuberikan pada kalian semua, saudaraku. Jazakallah jika engkau mampu memahami apresiasi itu dalam pandangan yang positif. Jika tidak...maka kutantang kalian untuk lebih memahami filosofi dan karakter pribadiku.
“Ketika Apresiasi Cinta itu Dipertanyakan”
Diposting oleh
TAUFIQ
Sabtu, 01 November 2008
Label: sound of qolbu
0 komentar:
Posting Komentar